Rabu, 14 April 2010

PENGUJIAN MUTU BUNGKIL KEDELAI

PENGUJIAN MUTU BUNGKIL KEDELAI
A. ACARA
Praktikum pengujian mutu bungkil kedelai, dengan parameter uji kadar air, kadar protein, serat kasar, kadar abu dan lemak.

B. PRINSIP
1. Kadar air
Kehilangan bobot pada pemanasan 105oC dianggap sebagai kadar air yang terdapat dalam sampel.

2. Kadar Protein
Senyawa Nitrogen diubah menjadi senyawa Amonium Sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium Sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan Asam Borat (H3BO3) dan kemudian dititar dengan larutan asam standar.

3. Serat kasar
Ekstraksi sampel dengan asam dan basa encer dapat memisahakan serat kasar yang terdapat di dalam sampel dari bahan lain.

4. Kadar abu
Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan anorganik tidak.

5. Lemak
Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisa dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.

C. TUJUAN
mengetahui tingkat mutu dari bungkil kedelai.


D. DASAR TEORI
• Pengujian Mutu
mutu suatu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang khas yang terdapat dalam suatu produk dan jasa dan dapat membedakan setiap satuan produk dan jasa serta mempengaruhi secara nyata penentuan derajat penerimaan konsumen terhadap produk dan jasa tersebut.
Menurut pengertian harfiahnya, pengujian bertujuan untuk menguraikan suatu kesatuan bahan menjadi unsur-unsurnya atau untuk menentukan komposisi kesatuan tersebut. Dalam memilih prosedur yang tepat tentunya tidak lepas dari tujuan pengujian ini.

• Bungkil Kedelai (Soybean Meal)
Berdasarkan SNI 01-2904-1996 bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah ekstraksi minyaknya secara mekanis (Expeller) atau secara kimia (Solvent).
bungkil kedelai dihasilkan dari gilingan ampas kedelai setelah diambil seluruh minyaknya. Komposisi nutrisi bungkil kedelai sangat beragam tergantung pada jumlah hull atau serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan kembali kedalam ampas kedelai serta sisa minyak yang masih tertinggal.
Bungkil kedelai merupakan sumber protein dalam menyusun ransum ternak, bungkil kedelai memiliki nilai ekonomi tinggi bagi industry pakan ternak, bisa jadi merupakan ‘produk utama’ ataupun ‘limbah’ dari industri pengolahan kedelai.
Sumber protein yang lain seperti Corn Gluten Meal (CGM), Meat And Bone Meal (MBM), dan tepung ikan juga dipakai oleh peracik pakan untuk menggenapi kandungan protein dalam pakan ternaknya.




E. ALAT DAN BAHAN
1. Kadar Air
Alat Bahan
• Cawan platina
• Oven
• Necara analitik
• Eksikator
• Spatula • Sampel bungkil kedelai

2. Kadar Protein (Semi Mikro Kjeldahl)
Alat Bahan
• Destruktor
• Labu Kjeldahl
• Necara analitik
• Beaker glass
• Pipet volume
• Pipet ukur
• Pipet tetes
• Destilator
• Buret
• Erlenmeyer • Sampel bungkil kedelai
• Asam Sulfat (H2SO4) pekat
• Selenium (Se)
• Natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N
• Asam borat (HBO3) 4%
• Indikator Phenolpthalein (PP) 1%
• Standardisasi NaOH dengan Asam Oksalat (H2C2O4)

3. Serat kasar
Alat Bahan
• Neraca Analitik
• Oven
• Eksikator
• Spatula
• Pinset
• Corong buchner
• Pompa vakum
• Cawan Petri/botol timbang
• Cawan porselin
• Tanur • Sampel bungkil kedelai
• H2SO4 1,25%
• NaOH 3,25%
• Ethanol 96%
• Kertas saring whatman No. 41




4. Kadar Abu
Alat Bahan
• Cawan porselen
• Tanur (Muffle)
• Oven
• Neraca analitik
• Lampu Bunsen spirtus
• Eksikator • Sampel bungkil kedelai

5. Lemak
Alat Bahan
• Soxhlet apparatus
• Gelas piala
• Timbangan digital
• Hot plate
• Gelas arloji
• Statif
• Oven
• Eksikator
• Gelas ukur
• Corong gelas • Sampel bungkil kedelai
• Aquadest
• Asam Klorida (HCl) 25%
• N-heksan
• Kertas lakmus
• Kertas saring
• Paper thimble

F. PROSEDUR
1. Kadar Air : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
2. Kadar Protein : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
3. Serat Kasar : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
4. Kadar Abu : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
5. Lemak : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992

G. DATA PENGAMATAN
a. Data Hasil Pengujian
Parameter Uji Hasil Pengujian (%)
Kadar Air 15.52
Kadar Protein 34,11
Serat Kasar 3,32
Kadar Abu 7,27
Lemak 3,19

b. Persyaratan mutu standar Bungkil Kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996 adalah sebagai berikut :
Komposisi Kimia Bungkil Kedelai I Bungkil Kedelai II
a. Air (%) maks 12 12
b. Protein kasar (%) min 46 40
c. Serat kasar (%) maks 6,5 9
d. Abu (%) maks 7 8
e. Lemak (%) maks 3,5 5
f. Ca (%) 0,2-0,4 0,2-0,4
g. Fosfor (%) 0,5-0,8 0,5-0,8
h. Aflatoksin (ppb) maks 50 50

H. PEMBAHASAN
1. Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan atau thermogravitimetri. Dalam metode ini, sampel ditimbang dalam cawan porselen (yang sudah diketahui bobot konstannya) sebanyak 1-2 gram, kemudian sampel dalam cawan tersebut dimasukan kedalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam. Setelah 3 jam, sampel tersebut didiamkan dalam 15 menit dalam eksikator kemudian ditimbang kembali hingga mencapai bobot konstan.
Hasil pengujian dan perhitungan, kadar air bungkil kedelai adalah 15,52%. Berdasarkan persyaratan mutu bungkil kedelai dari SNI 01-4227-1996 kadar air untuk bungkil kedelai mutu I dan II adalah maksimal 12%, jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI 01-4227-1996 tersebut maka sampel bungkil kedelai tersebut tidak memenuhi persyaratan baik untuk bungkil kedelai mutu I maupun mutu II.
Hal ini dapat disebabkan karena metode pengujian kadar air yang dipergunakan adalah metode pengeringan atau thermogravitimetri, dalam metode ini memiliki kelemahan yaitu :
1. bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut menguap bersama uap air misalnya alcohol, asam asetat, minyak atsiri dll.
2. dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi, dsb.
3. sampel yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Untuk menghindari hal-hal diatas maka sebaiknya dilakukan pengujian kadar air dengan pemanasan menggunakan suhu rendah dan tekanan vakum, dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih merupakan kadar air yang sebenarnya.

2. Kadar Protein
Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Dalam pengujian protein dengan metode ini, protein yang ditentukan berdasarkan pada jumlah N sehingga hasil dari penentuan protein dengan metode semi mikro kjeldahl ini merupakan protein kasar (Crude Protein), hal ini dikarenakan senyawa N lain selain protein seperti urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan pirimidin ikut terhitung.
Tahapan pengujian protein dengan menggunakan metode semi mikro kjeldahl adalah tahapan dekstruksi, destilasi, dan terakhir titrasi. Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar protein kasar dalam sampel bungkil kedelai adalah 34,11%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, maka hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan baik untuk bungkil kedelai mutu I maupun bungkil kedelai mutu II.

3. Serat Kasar
Pengujian serat kasar dilakukan dengan ekstraksi sampel menggunakan asam dan basa encer sehingga dapat memisahakan serat kasar yang terdapat di dalam sampel dari bahan lain.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka serat kasar dalam sampel bungkil kedelai adalah 3,32%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang menyatakan bahwa serat kasar dalam bungkil dengan mutu I adalah 6,5% dan mutu II adalah 9%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu I.

4. Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuan.
Pengujian kadar abu dilakukan dengan metode langsung atau metode kering, yaitu dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sebelum proses pengabuan dilakukan terlebih dahulu sampel diarangkan diatas Bunsen, hal ini dilakukan untuk mempercepat proses pengabuan didalam tanur.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar abu dalam sampel bungkil kedelai adalah 7,27%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang menyatakan bahwa kadar abu dalam bungkil dengan mutu I adalah 7% dan mutu II adalah 8%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu II.

5. Lemak
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Pengujian kadar lemak dalam sampel dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut non polar setelah sampel dihidrolisa terlebih dahulu dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.
Hasil analisa dari metode ini disebut sebagai lemak kasar (crude fat), hal ini dikarenakan pengujian lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar lemak dalam sampel bungkil kedelai adalah 3,19%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang menyatakan bahwa kadar lemak dalam bungkil dengan mutu I adalah 3,5% dan mutu II adalah 5%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu I.

I. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian mutu untuk sampel bungkil kedelai maka dapat diketahui bahwa sampel mengandung kadar air sebanyak 15,52%; protein 34,11%; serat kasar 3,32%; kadar abu 7,27%; dan kedar lemak 3,19%.
Hasil pengujian tersebut dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI 01-4227-1996, maka hasilnya untuk kadar air dan kadar protein tidak memenuhi persyaratan mutu baik mutu I maupun mutu II.
Serat kasar dan kadar lemak sampel dari hasil pengujian memenuhi persyaratan mutu I dari SNI 01-4227-1996. Sedangkan untuk kadar abu dari sampel memnuhi persyaratan mutu II dari SNI 01-4227-1996.

J. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
• Winarno,F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
• Modul PJJ. Pengujian Mutu. VEDCA Cianjur

ANALISA KARBOHIDRAT METODE LUFF SCHROOL

ACARA
Praktikum pengujian kadar karbohidrat dengan metode luff schrool.
PRINSIP
Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ dan kelebihan Cu2+ dapat dititrasi dengan metode iodometri (tidak langsung).
TUJUAN
Menentukan kadar karbohidrat dalam sample
DASAR TEORI
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hamper seluruh penduduk di dunia, khususnya bagi penduduk Negara yang berkembang. Pada tanaman, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman yang berklorofil.

Sinar Matahari
CO2 + H2O (C6H12O6)n + O2 (Karbohidrat)

Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pectin, selulosa, dan lignin. Karbohidrat yang terdapat dalam hasil ternak terutama terdiri dari glikogen.
Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida.

Monosakarida
Monosakarida mengandung satu gugus aldehida disebut aldosa, sedangkan ketosa mempunyai satu gugus keton. Monosakarida dengan enam atom C disebut heksosa, misalnya glukosa (dekstrosa atau gula anggur).




HC = O H2C OH
HC OH C=O
HO C H HO C H
H C OH H C OH
H C OH H C OH
CH2OH CH2OH
D-Glukosa D-Frukrosa
Oligosakarida
Oligosakarida adalah polimer derajat polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul disebut disakarida, dan bila terdiri dari 3 molekul disebut triosa. Bila sukrosa (sakarosa atau gula tebu). Terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa.
Polisakarida
Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang spesifik kerjanya.








Kerusakan pada karbohidrat :
Pencoklatan (Browning)
Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik, reaksi pencoklatan non enzimatis belum diketahui atau dimengerti penuh. Umumnya ada 3 macam reaksi pencoklatan non enzimatik yaitu : karamelisasi, reaksi maillard dan pencoklatan akibat vitamin C.
Karamelisasi
Bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus hingga suhunya melalui titik leburnya, misalnya pada suhu 170oC maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa.
Reaksi Maillard
Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer, disebut reaksi-reaksi maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikendaki atau kadang-kadang malah menjadi pertanda penurunan mutu.
Banyak cara yang dilakukan atau dapat dipergunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik, atau biokimia dan cara kromatografi.
ALAT & BAHAN
Alat Bahan
Erlenmeyer 500 mL
Gelas ukur 250 mL
Corong butchner
Buret
Statif & Klem
Hot plate
Pendingin tegak
Beaker glass
Batu didih
Pipet volume
Pipet ukur
Pipet tetes
Neraca analitik
Spatula
Corong gelas
Labu ukur
Bulp / pipet filler Sample Cracker Beras
Aquadest
CH3COOH 3%
Luff Schrool
KI 20%
Na2S2O3 0,1 N
Amilum
NaOH 30%
H2SO4 25%
HCl 3%
Es batu

PROSEDUR
Sample ditimbang dengan seksama kurang lebih 5 gram kedalam Erlenmeyer 500 mL
HCl 3% ditambahkan sebanyak 200 mL dan didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak
Larutan didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 30% (uji kualitatif dengan kertas lakmus atau Phenolphthalein) dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan agak sedikit asam.
Pindahkan isinya kedalam labu ukur 500 mL, dan aquadest ditambahkan sampai tanda batas, kemudian saring.
Filtrate dipipet sebanyak 10 mL kedalam Erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan larutan luff school sebanyak 25 mL, kemudian ditambahkan air suling sebanyak 15 mL dan beberapa batu didih.
Campuran tersebut dipanaskan dengan nyala yang tetap. Diusahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (menggunakan stopwatch) didihkan terus sampai 10 menit.
Dinginkan dengan es batu dalam bak
Setelah dingin ditambahkan KI 20% sebanyak 15 mL dan H2SO4 25% sebanyak 25 mL perlahan-lahan
Titrasi secepatnya dengan larutan Na2S2O3 0,1 N (gunakan indicator amilum 0,5%)
Kerjakan blanko


DATA PENGAMATAN
Standarisasi larutan tiosulfat 0,1 N
Gram KIO3 mL Na2S2O3 N Na2S2O3
0,1006 26,7 0,1056

Penentuan kadar karbohidrat
Sample Berat (g) Na2S2O3 (mL) % Kaarbohidrat
Cracker beras I 5,0132 4,3 67,1680
Cracker beras II 5,0132 3,8 69,8032
Blanko - 18,2 -

Perhitungan
Sample I = Blanko 18,2 mL
Sample 3,2 mL
Mg gula = (0,4 x 2,8) + 35,7
= 36,82 mg
% karbohidrat = (36,82 x 0,1056:0,1 x 100 x 100% x 0,9)/5013,2
= 69,8032%
Sample II = blanko 18,2 mL
Sample 4,2 mL
Mg gula = (0,9 x 2,7) + 33
= 35,43 mg
% karbohidrat = (35,43 x 0,1056∶0,1 x 100 x 100% x 0,9)/5013,2
= 67,1680%
PEMBAHASAN
Luff schrool merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan kadar karbohidrat secara kimiawi. Sample yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah cracker beras yang banyak beredar dipasaran.
Sample yang dipakai pertama-tama dihaluskan dengan menggunakan blender, sebelum ditimbang sample dihomogenkan. Sample ditimbang sebanyak 5,0132 g.
Sample yang ditimbang dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan HCl 3% sebanyak 200 mL, penambahan HCl dimaksudkan untuk menghidrolisis karbohidrat, polimer karbohidrat sulit untuk bereaksi sehingga dengan penambahan asam, polimer akan terpecah menjadi monomer-monomer yang akan lebih mudah untuk bereaksi dengan senyawa lain. Hidrolisis pada sample dapat memisahkan karbohidrat dalam sample.
Setelah ditambahkan HCl, campuran sample dan HCl dipanaskan dengan menggunakan pendingin tegak, selama 3 jam. Hal ini dilakukan supaya jumlah komponen tidak berkurang karena air dan asam dalam sample tidak menguap (di refluks).
Setelah dipanaskan, sample dalam Erlenmeyer dinetralkan dengan larutan NaOH 30%, sampai sample dan campuran didalamnya netral, untuk mengetahui apakah larutan sudah mencapai netral maka diperlukan uji kualitatif dengan menggunakan kertas lakmus biru. Jika larutan tidak berubah warna maka larutan sudah netral.
Setelah larutan netral, kemudian ditambahkan CH3COOH atau asam lemah, penambahan asam asetat ini dimaksudkan agar larutan dalam suasana sedikit asam.
Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2

O2 + 4I- + 4H+ 2I2 + 2H2O

Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).

I2 + H2O HOI + I- + H+
4HOI + S2O3= + H2O 2SO4= + 4I- + 6H+
Setelah itu larutan dipindahkan dalam labu ukur 500 mL, dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas, dan saring. Proses penyaringan dilakukan dengan saring butchner vacuum, sehingga proses penyaringan berlangsung cepat. Lalu kocok sampai larutan homogen. Setelah itu larutan tersebut dipipet 5 mL dengan pipet volume dan dimasukan dalam Erlenmeyer 500 mL.
Setelah sample dimasukan dalam Erlenmeyer 500 mL, kemudian ditambahkan larutan luff schrool sebanyak 25 mL, dan 15 mL aquadest. Kemudian panaskan dengan pendingin tegak.
Larutan luff schrool akan bereaksi dengan sample yang mengandung gula pereduksi

R – COH + CuO Cu2O + R – COOH

Campuran tersebut ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan (bumping). Proses pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan mendidih selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit.
Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam waktu 3 menit.
Campuran tersebut kemudian didinginkan dalam bak yang berisi es. Agar pendinginan berlangsung cepat, maka pendinginan dengan es perlu dilakukan. Setelah campuran dingin kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 15 mL dan H2SO4 25% perlahan-lahan.
Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI.
Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan tio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N. titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI.
Indicator yang dipergunakan adalah amilum. Penambahan indicator amilum dilakukan setelah campuran mendekati titik akhir, hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada awal titrasi maka amilum dapat membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat tajam.
Maka berdasarkan praktikum dan perhitungan, kadar karbohidrat dalam sample cracker beras adalah : yang pertama 69,8032% dan sample kedua 67,1680%
Tahapan reaksi yang terjadi adalah :

R – COH + CuO CuO2 + R – COOH
H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4
2CuI2 Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

KESIMPULAN
Penentuan kadar karbohidrat dengan metode luff schrool dilakukan dengan menghidrolisis sample menjadi monosakarida yang dapat mereduksi oksida pada luff yaitu Cu2+ menjadi Cu+. Berdasarkan praktikum dan perhitungan maka karbohidrat total yang terkandung dalam sample, yang pertama adalah 69,8032% dan 69,1680%.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.
Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan & Pertanian. Yogyakarta : Liberty
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia

PENGUJIAN MUTU PAKAN AYAM

PENGUJIAN MUTU PAKAN AYAM
A. ACARA
Praktikum pengujian mutu pakan ayam, dengan parameter uji kadar air, kadar protein, lemak, serat kasar, dan kadar abu.

B. PRINSIP
1. Kadar air
Kehilangan bobot pada pemanasan 105oC dianggap sebagai kadar air yang terdapat dalam sampel.

2. Kadar Protein
Senyawa Nitrogen diubah menjadi senyawa Amonium Sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium Sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan Asam Borat (H3BO3) dan kemudian dititar dengan larutan asam standar.

3. Lemak
Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisa dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.

4. Serat kasar
Ekstraksi sampel dengan asam dan basa encer dapat memisahakan serat kasar yang terdapat di dalam sampel dari bahan lain.

5. Kadar abu
Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan anorganik tidak.


C. TUJUAN
mengetahui tingkat mutu dari pakan ayam.

D. DASAR TEORI
• Pengujian Mutu
mutu suatu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang khas yang terdapat dalam suatu produk dan jasa dan dapat membedakan setiap satuan produk dan jasa serta mempengaruhi secara nyata penentuan derajat penerimaan konsumen terhadap produk dan jasa tersebut.
Menurut pengertian harfiahnya, pengujian bertujuan untuk menguraikan suatu kesatuan bahan menjadi unsur-unsurnya atau untuk menentukan komposisi kesatuan tersebut. Dalam memilih prosedur yang tepat tentunya tidak lepas dari tujuan pengujian ini.

• Pakan Ayam
Pakan adalah istilah sesuatu bahan atau campuran yang dimakan oleh ternak. Direktur Jendral Peternakan mengeluarkan peraturan tentang pengawasan mutu bahan pakan dan produk dari semua pabrik pakan, pemeriksaan ini dilakukan menurut metode standar yang telah ditetapkan dalam A.O.A.C (Association of Official Agricultural Chemist).
Berdasarkan SNI 01-3929-2006 tentang pakan ayam petelur, pakan (feed) merupakan campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya.

E. ALAT DAN BAHAN
1. Kadar Air
Alat Bahan
• Cawan platina
• Oven
• Necara analitik
• Eksikator
• Spatula • Sampel bungkil kedelai


2. Kadar Protein (Semi Mikro Kjeldahl)
Alat Bahan
• Destruktor
• Labu Kjeldahl
• Necara analitik
• Beaker glass
• Pipet volume
• Pipet ukur
• Pipet tetes
• Destilator
• Buret
• Erlenmeyer • Sampel bungkil kedelai
• Asam Sulfat (H2SO4) pekat
• Selenium (Se)
• Natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N
• Asam borat (HBO3) 4%
• Indikator Phenolpthalein (PP) 1%
• Standardisasi NaOH dengan Asam Oksalat (H2C2O4)

3. Lemak
Alat Bahan
• Soxhlet apparatus
• Gelas piala
• Timbangan digital
• Hot plate
• Gelas arloji
• Statif
• Oven
• Eksikator
• Gelas ukur
• Corong gelas • Sampel bungkil kedelai
• Aquadest
• Asam Klorida (HCl) 25%
• N-heksan
• Kertas lakmus
• Kertas saring
• Paper thimble

4. Serat kasar
Alat Bahan
• Neraca Analitik
• Oven
• Eksikator
• Spatula
• Pinset
• Corong buchner
• Pompa vakum
• Cawan Petri/botol timbang
• Cawan porselin
• Tanur • Sampel bungkil kedelai
• H2SO4 1,25%
• NaOH 3,25%
• Ethanol 96%
• Kertas saring whatman No. 41



5. Kadar Abu
Alat Bahan
• Cawan porselen
• Tanur (Muffle)
• Oven
• Neraca analitik
• Lampu Bunsen spirtus
• Eksikator • Sampel bungkil kedelai

F. PROSEDUR
1. Kadar Air : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
2. Kadar Protein : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
3. Lemak : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
4. Serat Kasar : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
5. Kadar Abu : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992

G. DATA PENGAMATAN
a. Data Hasil Pengujian
Parameter Uji Hasil Pengujian (%)
Kadar Air 10,06
Kadar Protein 21,57
Lemak 8,15
Serat Kasar 4,2
Abu 5,67
Karbohidrat (%) By difference 50,35
Energi (Kkal) 590,109 Kkal

protein = 4,1 x 21,57 = 88,437 Kkal
Karbohidrat = 9,3 x 50,53 = 468,255 Kkal
Lemak = 4,1 x 8,115 = 33,415 Kkal +
Energi = 590, 107 Kkal

b. Persyaratan mutu standar Bungkil Kedelai berdasarkan SNI 01-3929-2006 adalah sebagai berikut :
Komposisi Kimia Kadar
a. Air (%) maks 14,0
b. Protein kasar (%) min 16,0
c. Lemak Kasar (%) maks 7
d. Serat Kasar (%) maks 7
e. Abu (%) maks 14,0
f. Kalsium (Ca) % 3,25-4,25
g. Fosfor (P) total % 0,60-1,00
h. Fosfor (P) tersedia % min 0,32
i. Energi termetabolis (ME) Kkal min 2650
j. Total aflatoksin µg/Kg Maks 50,0
k. Asam amino
• Lisin %
• Metionin %
• Metionin + Sistin %
0,8
0,35
0,60

H. PEMBAHASAN
1. Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan atau thermogravitimetri. Dalam metode ini, sampel ditimbang dalam cawan porselen (yang sudah diketahui bobot konstannya) sebanyak 1-2 gram, kemudian sampel dalam cawan tersebut dimasukan kedalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam. Setelah 3 jam, sampel tersebut didiamkan dalam 15 menit dalam eksikator kemudian ditimbang kembali hingga mencapai bobot konstan.
Hasil pengujian dan perhitungan, kadar air dalam pakan ayam adalah 10,06%. Berdasarkan persyaratan mutu pakan ayam dari SNI 01-3929-2006 kadar air untuk pakan ayam maksimal 14,0%, jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI 01-3929-2006 tersebut maka sampel pakan ayam tersebut memenuhi persyaratan mutu dari SNI 01-3929-2006.

2. Kadar Protein
Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Dalam pengujian protein dengan metode ini, protein yang ditentukan berdasarkan pada jumlah N sehingga hasil dari penentuan protein dengan metode semi mikro kjeldahl ini merupakan protein kasar (Crude Protein), hal ini dikarenakan senyawa N lain selain protein seperti urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan pirimidin ikut terhitung.
Tahapan pengujian protein dengan menggunakan metode semi mikro kjeldahl adalah tahapan dekstruksi, destilasi, dan terakhir titrasi. Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar protein kasar dalam sampel pakan ayam adalah 21,57%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu pakan ayam berdasarkan SNI 01-3929-2006, yang menyebutkan kadar protein kasar minimal 16% maka hasil pengujian memenuhi persyaratan mutu pakan ayam berdasarkan SNI 01-3929-2006.

3. Lemak
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Pengujian kadar lemak dalam sampel dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut non polar setelah sampel dihidrolisa terlebih dahulu dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.
Hasil analisa dari metode ini disebut sebagai lemak kasar (crude fat), hal ini dikarenakan pengujian lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar lemak dalam sampel pakan ayam adalah 8,15%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu pakan ayam berdasarkan SNI 01-3929-2006, yang menyatakan bahwa kadar lemak dalam pakan ayam adalah tidak lebih dari 7,0%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel tidak memenuhi persyaratan mutu SNI 01-3929-2006.




4. Serat Kasar
Pengujian serat kasar dilakukan dengan ekstraksi sampel menggunakan asam dan basa encer sehingga dapat memisahakan serat kasar yang terdapat di dalam sampel dari bahan lain.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka serat kasar dalam sampel pakan ayam adalah 4,2%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu pakan ayam berdasarkan SNI 01-3929-2006, yang menyatakan bahwa serat kasar dalam pakan adalah tidak lebih dari 7%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi persyaratan mutu SNI 01-3929-2006.

5. Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuan.
Pengujian kadar abu dilakukan dengan metode langsung atau metode kering, yaitu dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sebelum proses pengabuan dilakukan terlebih dahulu sampel diarangkan diatas Bunsen, hal ini dilakukan untuk mempercepat proses pengabuan didalam tanur.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar abu dalam sampel pakan ayam adalah 5,67%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu pakan ayam berdasarkan SNI 01-3929-2006, yang menyatakan bahwa kadar abu dalam pakan adalah tidak boleh lebih dari 14%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi persyaratan mutu SNI 01-3929-2006.

6. Karbohidrat By Difference
Kadar karbohidrat dalam sampe pakan tidak diketahui melalui pengujian melainkan melalui perhitungan dengan teori bahwa semua nilai gizi dalam sampel dihitung 100%. Hasil pengujian kadar air, protein, lemak, serat kasar, abu dijumlahkan dan sisanya dinyatakan merupakan kadar karbohidrat dalam persen. Maka dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar dari karbohidrat adalah 50,35%.

I. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian mutu untuk sampel pakan ayam maka dapat diketahui bahwa sampel mengandung kadar air sebanyak 10,06%; protein 21,57%; kedar lemak 8,15%; serat kasar 4,2%; dan kadar abu 5,67%.
Hasil pengujian tersebut dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI 01-3929-2006, maka hasilnya semua parameter uji memenuhi persyaratan dari SNI tersebut kecuali untuk kadar lemak. Karbohidrat dari sampel pakan ayam tersebut adalah 50,35%, dan mengandung energy sebesar 590,109 Kkal.

J. DAFTAR PUSTAKA
• Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
• Winarno,F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
• Modul PJJ. Pengujian Mutu. VEDCA Cianjur

ANALISA KADAR FOSFOR DALAM MAKANAN BAYI DENGAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

`ANALISA KADAR FOSFOR DALAM MAKANAN BAYI DENGAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

ACARA
Praktikum analisa kadar fosfor dalam makanan bayi dengan spektrofotometer UV-VIS berdasarkan AOAC Official method 986.24.

PRINSIP
Pengukuran fosfor pada panjang gelombang maksimum, setelah sebelumnya ditambahkan pereaksi molibdatvanadat untuk pembentukan warna melalui reaksi kompleksometri.

TUJUAN
Mengetahui kadar fosfor dalam makanan bayi.

DASAR TEORI
Spectrofotometer
Teknik analisis spaktrofotometer berasaskan antaraksi radiasi electromagnet dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai parameter analisis. Pada spektrofotometer pembangkit sinyal adalah hasil ataraksi energy radiasi electromagnet dengan alektron dalam atom atao molekul analit yang menyebabkan transisi electron tertentu yang lebih tinggi atau meningkatkan eneergi vibrasi-rotasi ikatan antara atom dalam molekul.
karena pada setiap teknik spaktrofotometer antaraksi radiasi elektromagnetik dengan komponen atom atau molekul khas dan tidak semuanya sama, uraian teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena yang dipakai sebagai parameter analisisnya.
radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visible/VIS) diabsorpsi oleh molekul organic aromatic, molekul yang mengandung electron-π terkonjugasi dan atau atom yang mengandung electron-n, menyebabkan transisi electron di orbit terluarnya dari tingkat enersi electron dasar ke tingkat enersi electron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya absorban radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi dan dapat digunakan untuk analisis kunatitatif.
frekuensi radiasi ultraviolet dan sinar tampak terletak pada 1,5 x 108 Hz sampai 4,28 x 107 Hz, dengan panjang gelombang antara 200 nm sampai 700 nm, serta enersi yang besarnya antara 9,939 10-26 sampai 2,836 x 10-26 joule, sesuai dengan energy yang diperlukan oleh molekul organic aromatic, molekul yang mengandung electron-π terkonyugasi dan atau molekul heterosiklik mengandung atom dengan electron-n, untuk meningkatkan electron dalam orbit molekul terluarnya ke tingkat tereksitasi.
Parameter yang menentukan panjang gelombang absorpsi maksimum yang tepat pada suatu transisi electron bukan hanya kromofornya saja, tetapi juga pelarut, gugus substituent pada kromofor, dan goemetri kromofor.
Senyawa yang tidak mangabsorpsi radiasi UV-VIS dapat juga ditentukan dengan spectrofometer UV-VIS, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor.

Fosfor
fosfor merupakan salah satu mineral terbanyak dalam tubuh yang jumlahnya hanya dilampaui oleh kalsium. Jumlah fosfor rata-rata dalam tubuh pria dewasa kurang dari 700 gram, sedangkan kalsium 1200 gram. Kira-kira 85% fosfor terdapat dalam tulang sebagai mineral tulang, kalsium fosfat [Ca3(PO4)2], dan hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2]. Sisanya terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler sebagai ester asam fosfat organic, fosfoprotein, fosfolipida, dan ion fosfat anorganik, H2PO4- dan HPO42-.
walaupun peranan fosfat sangat penting sebagai unsur pokok dari asam nukleat dan membran sel, serta sebagai factor yang esensial pada seluruh reaksi pembentukan energy di dalam sel dan juga sebagai komponen berbentuk Kristal dari tulang rangka, fosfor tidak banyak mendapat perhatian sebagai komponen gizi karena banyak terdapat dalam berbagai jenis makanan yang dikonsumsi.
Semua bahan makanan yang berasal dari sel tumbuh-tumbuhan maupun hewan sangat kaya akan fosfat karena fosfat merupakan komponen yang penting bagi kehidupan. fosfat juga terdapat dalam dalam air susu hewan dan dengan demikian juga terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari susu ataupun makanan yang mengandung padatan susu.
kebutuhan fosfat tiap hari untuk bayi-bayi yang lahir pada waktunya dapat dipenuhi oleh jumlah fosfat yang terdapat dalam ASI, yaitu 150 mg per liternya atau kira-kira 0,2 mg fosfor per kalori.

ALAT DAN BAHAN
Alat
Spektrofotometer UV-VIS
Tanur
Cawan porselen
Labu ukur 1 liter, 500 mL, 100 mL dan 50 mL
Pipet volume 5, 8, 10, 15 mL
Pipet ukur 1, 10, 25 mL
Pipet tetes
Corong gelas
Batang pengaduk
Hot plate
Bunsen spirtus
Oven
Penangas air
Beaker glass
Bahan
Larutan asam klorida (HCl) 1:3
Pereaksi molibdatvanadat
Larutan standar fosfor (Po)
HNO3
Aquadest
Sampel bubur bayi rasa beras merah

PROSEDUR
Preparasi
Larutan asam klorida (1:3), melarutkan 250 mL HCl 38% ke dalam 750 mL aquadest.
Pereaksi molibdatvanadat, melarutkan 20 g ammonium malibdat ke dalam 200 mL aquadest panas kemudian dinginkan. melarutkan 1,0 g ammonium metavanadat ke dalam 125 mL aquadest panas, dan mendinginkannya kemudian menambahkan 160 mL HCl, dan memasukannya ke dalam labu ukur 1 liter. pertama memasukan larutan vanadat kemudian menambahkan larutan molibdat sambil diaduk dan terakhir menambahkan aquadest sampai tanda batas.
Larutan standar fosfor
larutan baku induk (2 mg P/mL), menimbang ± 8,7874 g KO2PO4 dan mengeringkannya selama 2 jam pada suhu 105oC kemudian memindahkannya secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1 liter, menambahkan ± 750 mL aquadest sebagai pelarut sampai tanda batas kemudian dinginkan dalam lemari pendingin.
larutan baku kerja (0,1 mg P/mL), melarutkan 50 mL larutan baku induk dengan aquadest ke dalam labu ukur 1 liter, dinginkan dalam lemari pendingin. larutan ini dibuat segar pada waktu analisa.
Preparasi sampel
menimbang dengan seksama 10,0 g sampel (mengandung 4,0 mg P) ke dalam cawan porselen dan mengarangkannya diatas api bunsen.
memasukan sampel kedalam tanur pengabuan pada suhu maksimum 600oC sampai bebas karbon (3-4 jam) dan didinginkan.
menambahkan 40 mL HCl (1:3) dan beberapa tetes HNO3.
memanaskan dalam water bath, dan didinginkan
memindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL.
menambahkan aquadest sampai tanda batas.

Penentuan sampel
memipet larutan baku kerja masing-masing sebanyak 0,0; 5,0; 8,0; 10,0; 15,0 mL kedalam labu ukur 100 mL, larutan tersebut mengandung 0,0; 0,5; 0,8; 1,0; 1,5 mg fosfor
memipet 20,0 mL larutan sampel kedalam labu ukur 100 mL
menambahkan pereaksi molobdatvanadat kedalam semua labu ukur yang berisi larutan baku kerja dan yang berisi sampel masing-masing sebanyak 20,0 mL.
menambahkan aquadest sampai tanda batas, dikocok sampai homogeny.
membiarkan larutan selama 10 menit untuk pembentukan warna.

DATA HASIL PENGAMATAN
Jenis sampel : Bubur bayi rasa beras merah
Jenis pengujian : Fosfor
Metode : Spektrofotometer UV-VIS, AOAC Official Method 986.24
λ Pengukuran : 400 nm

Pengukuran kurva baku
Standar C (mg) A (Absorbansi)
1 0,0 -0,1050
2 0,5 0,3291
3 0,8 0,5951
4 1,0 0,7631
5 1,5 0,1900
Y = 0x2 + 0,8643x-0,1025
r = 0,9999




Penentuan sampel
No W sampel (g) A (Absorbansi) C (Konsentrasi) Fp Cakhir Densitas
1 10,0350 0,523 0,7238 50000 3714,57 1,03
2 0,523 0,7241 3714,11
3 0,522 0,7226 3708,41
4 0,526 0,7267 3729,45
5 0,523 0,7231 3710,98
6 0,523 0,7239 3715,08
SD = 7.2988092
Rata-rata = 3715.76648
CV = 0.00196428
CV Horwitz = 0.58034222
2/3 CV Horwitz = 0.38689481
Rumus :
Rata-rata = jumlah keseluruhan data : jumlah data
SD = √(Konsentrasi 1 - Rata-rata)2+(Konsentrasi n – Rata-rata)2 : (n – 1)
CV = SD : Rata-rata
CV Horwitz = 21-0,5log C
Penentuan replika standar (1,0 mg Fosfor)
Absorbansi Konsentrasi
0.761 0.9991
0.765 1.0034
0.764 1.0026
0.766 1.0045
0.764 1.0030
0.763 1.0018
Standar Deviasi (SD) 0.0018
Rata-rata 1.0024
CV 0.0018
CV HORWITZ 1.9993
2/3 CV HORWITZ 1.3329

Rata-rata = jumlah keseluruhan data : jumlah data
SD = √(Konsentrasi 1 - Rata-rata)2+(Konsentrasi n – Rata-rata)2 : (n – 1)
CV = SD : Rata-rata
CV Horwitz = 21-0,5log C

PEMBAHASAN
Sampel yang diipergunakan dalam analisa fosfor dengan menggunakan spektrofotometer adalah bubur bayi rasa beras merah merk Nestle. Pada bubur bayi diperkirakan mengandung banyak fosfor.
Sebelum dianalisa sampel terlebih dahulu diarangkan dan diabukan, hal ini dilakukan untuk membebaskan fosfor yang terkandung dalam sampel. proses pengabuan memakan waktu ± 2 hari atau sampai sampel menjadi abu berwarna putih yang menunjukan bahwa proses pengabuan sempurna.
Setelah sampel jadi abu, kemudian dipindahkan secara kuntitatif kedalam beaker glass dan ditambahkan dengan HCl (1:3) sebanyak 40 mL dan HNO3 beberapa tetes, dan panaskan selama 1 jam dalam penangas air, hal ini dilakukan bertujuan untuk proses dekstruksi sampel, semua proses preparasi sampel ini dilakukan di ruang asam.
setelah sampel selesai didekstruksi, maka selanjutnya dimasukan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan dengan aquadest sampai tanda batas,
larutan baku yang dipergunakan untuk membandingkan kandungan fosfor dalam sampel adalah larutan baku kerja KH2PO4, sebelum ditimbah KH2PO4¬ dikeringkan terlebih dahulu selama 2 jam dengan suhu 105oC, ini dilakukan untuk menghilangkan kadar air (H2O) yang terkandung dalam bahan untuk menghindari terjadinya reaksi komplaksometri yang lain dari pereaksi molindatvanadat dengan air tersebut.
Konsentrasi dari larutan baku kerja yaitu 0,0 ; 0,5 ; 0,8; 1,0; 1,5 mg/mL. larutan baku kerja ini didapatkan dari mengencerkan standar baku dengan cara memipet sebanyak 0,0; 5,0; 8,0; 10,0; 15,0 mL larutan standar baku dan didapatkan larutan standar baku kerja dengan konsentrasi yang meningkat tadi.
pada saat praktikum, larutan baku kerja dan larutan sampel dimasukan ke dalam labu ukur 50 mL, sehingga setiap pereaksi yang ditambahkan dikurangi setengahnya. setelah larutan baku kerja dan sampel disiapkan, selanjutnya adalah menambahkan pereaksi molibdatvanadat sebanyak 20 mL, akan tetapi karena labu ukur yang dipergunakan adalah 50 mL, maka pereaksi molibdatvanadat yang ditambahkan adalah 10 mL. pereaksi ini didapatkan dari mencampurkan ammonium hepta molibdat (yang sudah dicampur dengan HCl (1:3)) dengan larutan monoavanadat kedalam labu ukur 1 liter.
larutan ammonium molibdat dibuat dengan cara menimbang sebanyak 20 g ammonium hepta molibdat dan dimasukan ke dalam labu 200 mL, kemudian ditera dengan aquadest yang sebelumnya dipanaskan dan dibiarkan sampai suhu ruang.
dan larutan monovanadat dibuat dengan cara menimbang dengan teliti monovanadat sebanyak 1,0 g yang dilarutkan dengan aquadest panas yang sudah didinginkan sebanyak 125 mL, setelah itu ditambahkan dengan larutan HCl (1:3) sebanyak 160 mL. larutan ini kemudian dimasukan kedalam labu 1 liter dan ditambahkan dengan larutan ammonium molibdat, dan ditera dengan menggunakan aquadest.
pada saat penambahan pereaksi molibdatvanadat ini kedalam masing-masing labu yang berisi larutan baku kerja dan larutan sampel, larutannya berubah menjadi warna kuning. hal ini dikarenakan penambahan pereaksi molibdatvanadat yang berlebihan kedalam suatu volume kecil larutan yang mengandung fosfat, maka akan menghasilkan endapan ammonium fosfomolibdat yang berwarna kuning kristalin, yang dinyatakan dengan rumus (NH4)[PMo12O40) atau (NH4)3[p(Mo3O10).
setelah masing-masing labu yang berisi larutan baku kerja dan sampel, selanjutnya ditambahkan dengan aquadest sampai tanda batas, kemudian dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer dengan sinar tampak (Visible) pada panjang gelombang 400 nm.
pada saat praktikum, panjang gelombang maksimum tidak diketahui, hal ini dikarenakan larutan baku kerja yang dipergunakan 0,8 mg/mL memiliki peak yang tinggi sehingga panjang gelombang maksimum tidak dapat terdeteksi.
dari hasil pengukuran standar baku kerja, maka dapat diketahui absorbansi dari standar baku kerja adalah -0,1050; 0,3291; 0,5951; 0,7631; 0,1900. saat praktikum juga dilakukan penentuan replika standar sebanyak 6 kali, standar baku kerja yang dipergunakan memiliki konsentrasi 0,1 mg/mL dan nilai rata-ratanya adalah 1,0024, dengan standar deviasi 0,0018, dan nilai CV-nya 0,0018, CV Horwitz 1,9993. dari nilai data ini dapat diketahui bahwa nilai CV lebih kecil dari CV Horwitz.
pengukuran untuk sampel juga dilakukan sebanyak 6 kali, dengan rata-rata hasil 3715,76 mg; dan SD 7,2988; CV 0,00196; dan CV Horwitz 0,5803. dari data tersebut dapat diketahui bahwa nilai CV lebih rendah dari CV Horwitz.

KESIMPULAN
Hasil pengukuran kadar fosfor dalam makanan bayi dengan menggunakan spektrofotometri dengan sinar tampak (Visible) pada panjang gelombang 400 nm menghasilkan data rata-rata kandungan fosfor adalah 3715,76 mg dan SD 7,2988; CV 0,00196; dan CV Horwitz 0,5803. dari data tersebut dapat diketahui bahwa nilai CV lebih rendah dari CV Horwitz.


DAFTAR PUSTAKA
Modul SPEKTROFOTOMETRI, 2008
Olson E Robert (et al) . 1988. PENGETAHUAN GIZI MUTAKHIR. Jakarta : Gramedia
Satiadarma, Kosasih. 2004. ASAS PENGEMBANGAN PROSEDUR ANALISIS edisi pertama. Surabaya : Airlangga University Press
Vogel (refisi) Svela, G. 1995. BUKU TEKS ANALISIS ANORGANIK KUALITATIF MAKRO DAN SEMI MIKRO edisi 5. Jakarta

Analisa Parasetamol Metode Spektrofotometer UV-VIS

ANALISA PARASETAMOL DENGAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
A. ACARA
Analisa parasetamol dengan spektrofotometer UV-VIS

B. PRINSIP
Pengukuran kadar parasetamol pada panjang gelombang maksimum 244 nm setelah sampel diencerkan.
C. TUJUAN
Mengetahui kadar parasetamol dalam sampel
D. DASAR TEORI
a. Spektrofotometer
Dalam analisis spektrofotometri digunakan sumber radiasi yang menjorok kedalam daerah ulatraviolet spectrum itu. Dari spectrum itu, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Instrument ini sebenarnya terdiri dari dua instrument dalam satu kotak yaitu sebah spectrometer dan sebuah fotometer.
spektrofotometer optis adalah sebuah instrument yang mempunyai system optis yang dapat menghasilkan sebaran (dispersi) radiasi elektromagnetik yang masuk, dan dengan mana dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang gelombang terpilih dari jangka spectral itu. Sebuah fotometer adalah peranti untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau suatu fungsi intensitas ini, bila digabungkan dalam spektrofotometer, spectrometer dan fotometer itu digunakan secara gabungan untuk menghasilkan suatu isyarat yang berpadanan dengan selisih antar radiasi yang diteruskan oleh bahan pembanding dan radiasi yang diteruskan oleh contoh pada panjang-panjang gelombang yang terpilih.

b. Parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesic salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

Struktur molekul parasetamol
Parasetamol (Asetaminofen) merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan sehari-hari. Obat ini berfungsi sebagai pereda nyeri dan penurun panas. Setelah berpuluh tahun digunakan, parasetamol terbukti sebagai obat yang aman dan efektif. Tetapi, jika diminum dalam dosis berlebihan (overdosis), parasetamol dapat menimbulkan kematian.
Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin.
Parasetamol dapat dijumpai di dalam berbagai macam obat, baik sebagai bentuk tunggal atau berkombinasi dengan obat lain, seperti misalnya obat flu dan batuk. Antidotum overdosis parasetamol adalah N-asetilsistein (N-acetylcysteine, NAC). Antidotum ini efektif jika diberikan dalam 8 jam setelah mengkonsumsi parasetamol dalam jumlah besar. NAC juga dapat mencegah kerusakan hati jika diberikan lebih dini. Overdosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati. Jika kerusakan sangat berat, mungkin perlu transplantasi hati agar korban bisa bertahan hidup.


E. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
• Spektrofotometer UV-VIS
• Neraca analitik
• Spatula
• Labu ukur 10, 25, 50, 100, 250 mL
• Batang pengaduk
• corong gelas
• Beaker glass

2. Bahan
• Parasetamol murni
• Methanol
• Aquadest

F. PROSEDUR
1. Larutan parasetamol standar
a. larutan A (250 mg/L)
• menimbang 0,0625 g parasetamol murni dan masukan dalam labu ukur 250 mL
• melarutkannya dengan 10 mL methanol
• menambahkan aquadest sampai tanda batas
b. Larutan B
• memipet 50 mL larutan A dan mengencerkannya dengan aquadest sampai 250 mL dalam labu ukur.


2. Pembuatan larutan standar kerja
• mengambil larutan B sebanyak 5,00 ; 10,00 ; 15,00 ; 20,00 ; dan 25,00 mL dan memasukannya masing-masing kedalam labu ukur 100 mL, lalu menambahkan aquadest pada masing-masing labu ukur samapi tanda batas.
3. mengukur masing-masing larutan standar pada λ maksimal (200-300 nm)
4. mengukur masing-masing sampel pada λ maksimal, dan menghitung konsentrasi sampel dalam mg.

G. DATA HASIL PENGAMATAN
1. Pengukuran larutan standar
Standar C (ppm) A (Absorbansi)
1 0,25 0,2053
2 5 0,3657
3 7,5 0,5320
4 10 0,6977
5 12,5 0,8592
persamaan linier : Y = OX2 + 0,06559X+0,09004
r = 0,9999
2. Pengukuran sampel
No Nama A (Absorbansi) C (ppm) Volume larutan (mL) Cakhir (mg) Csebenarnya (mg)
1 Adhyatnika Nugraha 0,734 10,586 100 1,0586 1
2 Bertha Julisti 0,892 13,039 250 3,2598 3
3 Fauziah 0,364 4,9313 1250 6,1641 6
4 Rahma Eka A 0,564 7,9851 125 0,9981 1
5 Yenih Kurniasih 0,679 9,7383 125 1,2172 1,25


H. PEMBAHASAN
Sampel yang dipergunakan dalam analisa kadar parasetamol dengan spektrofotometri UV-VIS adalah parasetamol murni. Analisa parasetamol dalam sampel ini dilakukan oleh masing-masing personel dan konsentrasi parasetamol dalam sampel telah diketahui terlebih dahulu, dan hasil dari analisa oleh personel tersebut dibandingkan dengan konsentrasi sebenarnya.
Persiapan larutan deret standar dilakukan dengan cara pengenceran dari larutan standar dengan konsentrasi 250 mg/L (ppm), larutan ini didapatkan dengan cara menimbang dengan teliti parasetamol murni sebanyak 0,0625 g dan dilarutkan dengan methanol sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan aquadest sampai 250 mL pada labu ukur.
Dari larutan dengan konsentrasi 250 ppm ini kemudian dipipet sebanyak 50 mL dan dimasukan kedalam labu ukur 250 mL, kemudian ditera dengan menggunakan aquadest. pengenceran 5 kali ini diperoleh konsentrasi 50 ppm.
dari konsentrasi 50 ppm ini merupakan larutan standar yang akan dipergunakan untuk membuat larutan deret standar untuk pengukuran dengan spektrofotometer. Dengan memipet larutan 50 ppm sebanyak 5,00 ; 10,00; 15,00 ; 20,00 ; dan 25,00 mL dan masing-masing dimasukan kedalam labu ukur 100 mL maka dapat diketahui konsentrasi dari masing-masing secara berurutan adalah 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; dan 12,5 ppm, hasil ini didapatkan dari hasil perhitungan menggunakan rumus pengenceran :


Keterangan : V1 : Volume awal
N1 : Konsentarasi awal
V2 : Volume akhir
N2 : Konsentrasi akhir
Setelah konsentrasi dari larutan deret standar diketahui, proses selanjutnya adalah pengukuran absorbansi dan konsentrasi dengan spektrofotometer. dari hasil pengukuran maka dapat diketahui bahwa nilai absorbansi dari larutan deret standar tersebut adalah :


Standar C (ppm) A (Absorbansi)
1 0,25 0,2053
2 5 0,3657
3 7,5 0,5320
4 10 0,6977
5 12,5 0,8592

Dengan persamaan linier Y = OX2 + 0,06559X+0,09004 dan regresi linear 0,9999. Regresi linear adalah ketelitian pembuatan standar yang dipergunakan untuk pengukuran dan regresi linear yang baik adalah mendekati 1, dan hal ini membuktikan nilai 0,9999 saat pengukuran berarti sangat baik.
Pengukuran selanjutnya adalah pengukuran sampel, sampel parasetamol yang diberikan kepada masing-masing personel adalah parasetamol murni dengan konsentrasi yang sudah diketahui sebelumnya akan tetapi konsentrasi tersebut tidak diketahui oleh personel.
Sampel diberikan dalam tabung reaksi dengan konsentrasi yang berbeda-beda untuk masing-masing personel, larutan dalam tabung reaksi tersebut dipindahkan secara kuantitatif kedalam labu ukur, untuk menghindari larutan yang terlalu encer maka labu ukur yang dipergunakan saat praktikum adalah labu ukur dengan volume 25 mL, jika larutan tersebut diencerkan kedalam labu ukur dengan volume yang lebih besar maka jika hasil pengukurannya terlalu rendah (encer) analisa tidak dapat dilanjutkan karena larutan sampel hanya diberikan 1 kali.
Proses pengukuran dilakukan dengan menggunakan sinar tampak (VIS/ Visible) pada panjang gelombang atau lamda (λ) antara 200-300nm, dan setelah pengukuran larutan deret standar diketahui bahwa panjang gelombanag maksimumnya adalah 244 nm.
Proses pengukuran sampel oleh masing-masing personel dengan volume awal 25 mL diketahui bahwa semuanya over range. Hal ini dikarenakan konsentrasinya terlalu pekat sehingga nilai absorbansinya terlalu besar dan tidak sesuai dengan nilai absorbansi dari larutan deret standar yang diukur terlebih dahulu.
Karena terlalu pekat larutan sampel kemudian diencerkan kembali, karena setiap personel memiliki sampel dengan konsentrasi yang berbeda-beda maka volume akhir larutan sampel secara berurutan adalah 100, 250, 1250, 125, 125 mL. setelah pengukuran kembali maka dapat diketahui nilai absorbansi secara berurutan untuk masing-masing volume larutan adalah 0,734 ; 0,892 ; 0,364 ; 0,564 ; 0,679. Dan konsentrasi untuk masing-masing secara berurutan adalah 10,586 ; 13,039; 4,9313 ; 7,97383 ; 9,7383 ppm.
Konsentrasi yang diinginkan adalah dalam mg, maka hasil dari konsentrasi akhir tersebut dikonversikan kedalam satuan mg, dengan menggunakan rumus :



dari hasil praktikum dan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, maka konsentrasi akhir parasetamol dalam sampel secara berurutan adalah 1,0586 ; 3,2598 ; 6,1641 ; 0,9981 ; 1,2172 mg. Hasil dari perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan konsentrasi yang sebenarnya yaitu 1 ; 3 ; 6 ; 1 ; 1,25.
Dari hasil analisa tersebut dan dibandingkan dengan konsentrsai sebenarnya dalam sampel, maka hasil dari analisa tersebut memiliki nilai akurasi yang tinggi karena nilai konsentrasinya mendekati nilai sebenarnya.




I. KESIMPULAN
Proses pengukuran sampel parasetamol dengan menggunakan spektrofotometer adalah dengan menggunakan daerah sinar tampak (VIS / Visible), dan dengan panjang gelombang atau lamda λ 244 nm.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer diketahui bahwa absorbansi untuk masing-masing deret standar adalah 2,5 ppm 0,2053 ; 5 ppm 0,3657 ; 7,5 ppm 0,5320 ; 10 ppm 0,6977 ; 12,5 ppm 0,8592. Dengan persamaan linier Y = OX2 + 0,06559X+0,09004 dan regresi linear 0,9999.
Dari hasil pengukuran sampel, diketahui bahwa pengukuran sampel yang pertama adalah over range sehingga konsentrasinya tidak dapat diketahui, sedangkan konsentrasi akhir untuk sampel parasetamol adalah 1,0586 ; 3,2598 ; 6,1641 ; 0,9981 ; 1,2172 mg, setelah dibandingkan dengan konsentrasi parasetamol yang sebenarnya maka dapat diketahui bahwa hasil dari analisa tersebut memiliki nilai akurasi yang tinggi karena nilai konsentrasinya mendekati nilai sebenarnya.


J. DAFTAR PUSTAKA
• Basset, J - Denney, R.C – Jeffery, G.H – Mendham, J. BUKU AJAR VOGEL KIMIA ANALISIS KUANTITATIF ANORGANIK. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG
• Modul PJJ SPEKTROFOTOMETRI 2008
• http://www.wartamedika.com/2008/02/keracunanparasetamol.html>Keracunan Parasetamol
• http://in.wikipedia.org

.